Minggu, 08 April 2018
Favorite Taste
Judul : Favorite Taste
Genre : Romance
Yusril Takeuchi
Pagi
ini terasa sejuk, bias cahaya sang mentari mulai menerangi seantero kota. Setiap
mata mulai terbuka dari peristirahatannya. Terutama bagi para hewan-hewan
mamalia maupun reptil. Mereka telah bersiap untuk merenggangkan tubuhnya dari
tidur panjang yang melelahkan. Mengumpulkan energi, lalu berkeliling kota demi
mencari seikat makanan.
Begitu
pula dialami oleh wanita dengan perawakan pendek, ia memiliki tinggi berkisar seratus
enam puluh lima sentimeter. Berkulit putih pucat, serta rambut panjang hitam
kecoklatan yang terurai. Wajahnya terbilang cantik, hanya saja terlihat seperti
wanita berbisa. Ya, ia mewariskan raut wajah seorang wanita judes yang senang
mencibir.
Betapa
beruntungnya, ia hidup dikeluarga kaya dengan seorang ayah yang memiliki aset
kekayaan melimpah ruah. Sehingga untuk kamar tidurnya saja, dapat berukuran
sebuah Supermarket Hindomaret kecil.
Di
atas sebuah kasur berukuran besar, berwarna putih polos, bentuknya terlihat
seperti kasur pada hotel-hotel mewah berada. Ia melangkah turun, kemudian
bergegas menuju kamar mandi yang berada di sebelah lemari buku-bukunya. Ya, ia
mempunyai kamar mandi dalam kamar, benar-benar hebat, bukan?
“Kenapa
pagi ini badanku pegel-pegel banget, ya? Padahal semalam hanya pergi ke pesta
di rumah teman sampai larut malam.” Fanny mengucapkan kata-kata itu sambil
memakai sabun mandi pada tubuhnya dengan wajah yang terlihat lusuh, memaparkan
wajah seseorang yang baru bangun tidur, dengan dua mata panda dan rambut
acak-acakan.
“Mungkin
karena Anita yang selalu mengajakku untuk duel karaoke di rumahnya.” Fanny
melirik ke arah jam dinding, di sana waktu telah menunjukkan pukul delapan
pagi. Entah ada unsur apa di balik angka tersebut. Hanya saja, raut wajahnya
mulai terkejut sekaligus panik setelah ia tahu bahwa Fanny memiliki sebuah
janji untuk datang sebagai pencicip makanan disebuah toko kue.
“Sial!
Aku lupa! Bagaimana ini, apa masih sempat? Aku, kan, diundang sebagai pencicip
kue pada acara pembukaan toko kue milik teman dekatnya ayah.”
Biasanya
Fanny dapat bersemedi selama lebih dari satu jam di dalam kamar mandi sana,
namun karena ia terikat janji, ia membasuh tubuhnya dengan cepat seperti
seorang penghutang yang mengetahui bahwa para amuba tersebut telah datang.
“Mari
kita lihat. Pakaian apa yang cocok denganku? Apa aku harus memadukkan unsur
merah delima dengan sepatu high hells putih, lalu dihiasi oleh sebuah kalung
mutiara kesukaanku? Kurasa terkesan terlalu nyentrik.”
Kau
akan paham mengenai penimbangan yang Fanny lakukan saat ini. Bagi beberapa
wanita kaya, mereka selalu ingin tampil elegan dihadapan masyarakat, terutama
para makhluk jelata, atau disebut sebagai kalangan menengah ke bawah.
Fanny
tersenyum, wajahnya terlihat sangat manis. “Sudah cukup lama aku tidak
memakainya. Apa kabarmu, gaun merah jambu?”
Tiga
puluh menit berlalu, kini Fanny telah siap menuju toko tempat ia diundang. Ia
melangkah keluar dari rumah besar berwarna putih dengan pekarangan super luas. Saking
hebatnya, ketika Fanny melangkah keluar melewati pintu, ia langsung disambut
oleh berbagai pelayan-pelayannya. Salah satu diantaranya adalah Pak Hirman,
supir pribadi Fanny.
“Mau
ke mana non pagi-pagi begini?” tanya Pak Hirman, ia pria berumur tiga puluh
tujuh tahun dengan kulit sawo matang.
“Aku
ada janji dengan teman ayahku. Tolong antarkan aku ke toko kue Postre Cakery.”
perintah Fanny pada supirnya. “Apa kau tahu tempatnya, Pak?”
“Tentu
saya tahu, waktu itu saya pernah mengantar ayah non ke sana.” Pak Hirman
bergegas menghampiri Mobil Sedan, dan langsung membukakan pintu kiri mobil
kepada majikannya. “Silahkan masuk, non. Kita langsung jalan.”
Entah mengapa sepertinya suasana
alam benar-benar mendukung, kumpulan para anginpun turut serta menghembuskan
rambut Fanny hingga terurai saat beranjak memasuki mobil. Ia terlihat bak
seorang bidadari dari kayangan. Sangat cantik, namun berbisa. Kita belum tahu
siapa Fanny sebenarnya. Dibalik kecantikan wajahnya itu, tersimpan sesosok ular
berbisa yang dapat menikam siapapun.
**********
“Berapa lama lagi kita akan
sampai, Pak?” tanya Fanny dari kursi belakang mobil, ia terlihat sibuk
memainkan ponselnya.
“Saya akan mencoba lebih cepat
lagi.” sahut Pak Hirman sambil melirik ke arah spion belakang.
Suasana ini sudah biasa, Pak
Hirman dan Fanny memang tak banyak bicara saat dalam satu mobil. Mungkin karena
Pak Hirmannya yang tidak mempunyai bahan pembicaraan, atau mungkin memang
Fannynya yang malas berbincang-bincang dengan bawahannya.
Dari arah barat, ia melihat
sebuah Boneka Goblin berukuran besar yang terpajang di depan pintu masuk Mall.
Kemudian, wajah Fanny yang awalnya terlihat bete karena suasana canggung antara
ia dengan supirnya, berubah menjadi senyuman manis yang cukup menawan!
“Wah, aku tidak habis pikir.
Padahal kemarin belum ada boneka itu. Ukurannya sangat besar pula. Benar-benar
menggemaskan!”
Tak ingin merasa diabaikan, Pak
Hirman akhirnya berucap lagi. “Saya pikir non tidak suka dengan monster,
bukannya mereka itu, menyeramkan?”
“Ini berbeda! Boneka monster
yang ada di depan Mall itu terlihat menggemaskan!” bantah Fanny atas ucapan
supirnya.
Ya, walau bagaimanapun juga
tugas Pak Hirman hanyalah mengemudi. Ia tidak mau dinilai sebagai supir yang
banyak omong. Sehingga ia hanya bisa tertawa setelah mendengar ucapan
majikannya tadi.
Empat puluh lima menit berlalu,
kini mereka tengah sampai di depan sebuah toko kue bernama Postre Cakery.
Ukuran tokonya memang tidak terlalu besar, sebab teman Ayah Fanny memakai tanah
tak terpakai yang berada di Distrik Navillera. Di mana tanah itu hanyalah
sebagian aset kecil tak terurus milik ayahnya.
Dari arah pintu masuk, Fanny dan
supirnya disambut oleh para Greeter berparas cantik yang mengenakan kemeja
putih dan rok hitam selutut. Kulit mereka juga terkesan mulus, dan putih pucat.
Hampir serupa dengan Fanny. Hanya saja, tentu Fanny yang jauh lebih cantik.
“Selamat datang, nyonya,
silahkan masuk. Anda sudah ditunggu.” sambut ketiga Greeter dari bilik pintu.
Toko ini tidak terlihat buruk
juga. Tatanan interiornya tersusun rapih. Bangku-bangku dan mejanyapun terkesan
mewah untuk seukuran toko kue. Fanny yakin pasti ayah memberikan sedikit
dorongan dalam hal modal kepada temannya ini.
Dari hadapannya muncul seorang
pria dengan pakaian Tuxedo hitam, bersama sepatu pantofel dan dasi kupu-kupu
yang terikat rapih. Ia seorang Busboy yang bertugas mengantar Fanny menuju meja
khusus yang telah disediakan. Kehadirannyapun diiringi oleh pemilik toko kue
ini, Om Julius.
“Fanny! Akhirnya kau datang
juga. Om sudah menunggumu loh.”
Wanita ini tak begitu menggubris
sambutannya, ia hanya tersenyum sambil mengucapkan kata-kata singkat. “Jadi, di
mana aku bisa memulai?”
“Ikuti aku, kau pasti akan suka
dengan resep kue buatan karyawan baruku.” sahut Om Julius sambil menunjukkan
jalannya.
Mereka
benar-benar telah mempersiapkannya dengan matang. Bagaimana tidak, mereka
menyediakan begitu banyak kue dimeja hanya untuk satu orang wanita? Apa ini
terkesan berlebihan? Harusnya mereka cukup memberikan satu kue andalan mereka
saja. Toh kalau begini, kan, jatuhnya akan sia-sia. Sebab Fanny tidak mungkin
menghabiskan semuanya sekaligus. Jika memang ia melakukannya, harga dirinya
pasti jatuh. Orang-orang akan mengira bahwa Fanny memiliki nafsu makan tinggi
dan rakus.
Sang
Busboy memundurkan sebuah bangku untuk Fanny, lalu memajukannya sedikit setelah
wanita itu mendudukinya. “Anda tidak akan kecewa, kue buatan kami benar-benar
nikmat. Semuanya berkat karyawan baru kita, Alann.”
Ekspresi
yang dipaparkan pria itu untuk pertama kalinya ialah, malu. Tak biasanya Alann
mendapat sanjungan seperti itu. Ya, walaupun memang ia pantas mendapatkannya.
Terutama atas hasil kue buatannya.
“Bentuknya
menarik, kue apa ini?” Fanny menunjuk ke sebuah kue berbentuk burger kecil dengan
beragam corak warna.
“Anda
telah memilih menu tepat, itu adalah Macaroons. Isinya beragam, Anda bisa
memilihnya sesuka hati.” ujar Alann menjelaskan masakan buatannya.
“Sedari
awal aku melirik kue ini karena bentuknya terlihat imut dan manis. Apakah rasa
kue ini sesuai dengan bentuknya yang menggemaskan?”
Alann
mengangguk, ia sangat yakin bahwa kue buatannya memang yang terbaik. “Saya
yakin Anda tidak akan kecewa. Saya merekomendasikan Macaroons dengan warna
ungu, sebab di dalamnya terdapat Blueberry cair.”
Awalnya
Fanny ragu, bagaimana kue ini bisa terlihat menarik. Padahal tampilannya begitu
sederhana. Memiliki bentuk bundar seperti layaknya dorayaki dan burger, serta
tekstur kulitnya yang terasa kenyal. Untuk kadar beratnyapun terkesan ringan. Sangat
cocok untuk makanan penutup.
Aku
harus mengatakan apa pada suasana ini, sungguh, raut wajah para karyawan toko
itu terlihat lucu ketika melihat Fanny perlahan memasukkan makanan itu ke mulut
dan mengunyahnya bulat-bulat.
“Bagaimana,
sangat nikmat bukan?” tanya Alann dengan percaya diri, wajahnya terbilang cukup
tampan. Ia mengenakan rambut berponi menyamping berwarna hitam pekat, kedua
bola mata biru dan hidung yang mancung. Kurasa ini karakteristik wanita-wanita
pada umumnya, bisa saja Alann termasuk ke dalam kategori pria idaman.
“Nikmat?
Katamu makanan ini nikmat?” ia benar-benar wanita gila! Mengapa ia menampakkan
jati dirinya pada saat yang tak tepat? “Apa, sih, sebenarnya yang kau masak?
Kenapa kau membuat makanan sampah seperti ini?!”
Mereka
tersentak, semuanya terkejut akibat cibiran pedas wanita itu. Alann terlihat
sangat terpukul atas ucapannya, raut wajahnya saja terlihat begitu menyedihkan.
Tak ada satupun dari mereka yang berani memberikan komentar, terkecuali Alann,
selaku pembuat kue tersebut.
“Ba,
bagaimana bisa, kue itu tidak enak? Padahal aku sangat yakin bahwa rasa
manisnya sudah pas. Aku juga membuat teksturnya tidak terlalu kenyal, sehingga
masih ada unsur kelembutan di dalamnya”
“Apa
lidahmu sudah tidak berfungsi dengan baik? Sangat disayangkan. Pokoknya, aku
tidak ingin ada makanan seperti ini diperjual belikan pada toko kue milik Om
Julius.”
Sepertinya
emosi dari seorang Alann terpancing, ia merasa geram dan marah total. Rasanya
ingin mencabik-cabik wajah wanita itu, tetapi ia tak mampu. Karena hal itu sama
saja bunuh diri. Sehingga ia hanya bisa berlagak sok manis dan berharap wanita
itu menarik kembali ucapannya.
“Apa
kau haus? Cobalah jus jeruk ini, kau pasti suka.” Alann mengambil segelas jus
jeruk dari meja sebelah kanan, lalu melangkah untuk memberikannya pada Fanny.
Akan tetapi dalam hitungan kaki ketiga, Alann berpura-pura bahwa kakinya
tersandung kaki meja lalu menumpahkan jus jeruk tersebut tepat mengenai gaun
milik Fanny. Para Busboy dan Greeter yang berada di sana turut terkejut,
beberapa dari mereka menutup mulutnya karena tak sanggup melihat hal gila ini.
Fanny
tersentak bangun dari tempat duduk dengan wajah geram. “Apa-apaan kau ini? Apa
kau sudah gila?! Kenapa kau melakukan ini? Kau sengaja, ya?!”
Kini
Fanny basah kuyup, jus jeruk itu terlanjur membasahi salah satu pakaian
kesukaannya. Dan sekarang, Alann harus berhadapan dengan seekor ular berbisa. “Maafkan
saya, nyonya. Tetapi saya masih memiliki sopan santun dalam menilai makanan
ketimbang Anda.”
“Dasar
pria gila! Berani-beraninya kau mencari masalah denganku!” wajah Fanny terlihat
begitu menyeramkan, aura kecantikannya seolah hilang seketika. “Lihat saja,
akan kulaporkan kau nanti pada ayahku!”
Usai
mengatakan kata-kata tadi, Fanny beranjak pergi meninggalkan toko kue tersebut
bersama supir pribadinya. Sedangkan Alann, ia tersenyum karena bisa membalas
mulut lancang itu. Bisa-bisanya ia mengatakan hal demikian pada kue buatannya.
Padahal Alann sangat yakin kalau kuenyalah yang terbaik. Bahkan bossnya sendiri
saja suka dengan kue-kue buatannya. Bagaimana bisa dia, tidak menyukainya? Apa
ia sengaja ingin menjatuhkanku? Atau ada hal lain yang ia rencanakan? Dasar,
wanita kaya!
Jakarta, Rumah, 9 April 2018
About Unknown
Aku adalah seorang manusia pecinta dunia fiksi fantasi. Memulai hobi menulis semenjak duduk dibangku kelas 1 SMK karena teracuni oleh sebuah novel dengan judul Brutal. Keinginanku hanyalah satu, aku ingin apa yang aku tulis dibaca oleh banyak orang.
Story
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar