Sebuah tempat pelampiasan imajinasi yang terpendam.

Selasa, 20 Juni 2017

Irisan Mata Lisa


Namaku Lisa, aku seorang wanita berumur 18 tahun yang bersiap menuju jenjang universitas. Orang lain memberikan argumen tentang kecantikan wajahku, akan tetapi, aku tak merasakan kenikmatan itu melekat dengan kuat semenjak hilangnya penglihatan pada mata kanan.

Semua berawal dari dua tahun silam, karena sebuah tragedi tragis yang membuat aku kehilangan mata kananku. Bentuknya memang masih ada, hanya saja, aku tak sanggup untuk membuka mata kanan itu.

Awalnya kupikir ini hanya bersifat sementara, satu atau beberapa tahun lagi mungkin akan kembali pulih. Namun, justru keadaan kian memburuk. Kini aku harus merasakan kedua penglihatan yang tertutup dan tak bisa membuka lagi.

Terkadang rasa pasrah dan putus asa muncul, berkali-kali aku mencoba untuk melukai diri sendiri, namun selalu ada pihak lain yang mencegah aksi tersebut.

Suatu malam, aku mendapatkan sebuah pesan sms dari seseorang, aku tak tahu dari siapa dan apa isinya, karena aku tidak bisa melihat. Kurasa, mungkin tuhan mempunyai rencana lain. Aku diterima disebuah Universitas ternama dengan beasiswa 100% setelah suster membacakan pesannya. Aku turut senang dan bersyukur, merasa masa depanku akan mulai kembali cerah.

Hanya saja, kedua mata ini seperti tak sejalan denganku. Rasa sakitnya kian memburuk, secara perlahan memunculkan sebuah cairan kemerahan dari dalamnya. Dan pada saat itu pula, aku telah divonis buta permanen.

Di atas sebuah kasur empuk pada ruangan putih, aku merebahkan tubuhku secara perlahan, mencoba menarik nafas pelan-pelan sambil memikirkan suatu hal "Mengapa tuhan melakukan ini padaku? Padahal tinggal satu langkah lagi, tapi aku justru harus terjerempab ke dalam lubang hitam."

Pagi hari terasa berat bagiku, disaat sang mentari mulai menampilkan gemilang keemasannya, mataku masih saja tak bisa terbuka. Oh, haruskah kuakhiri saja hidup ini?

Perlahan dari arah luar terdengar suara hentakan kaki bersama dengan dua orang suster yang membawa sarapan pagi.

"Siapa itu, sus? Sepertinya ada orang lain selain Suster Ani dan Suster Nel di ruangan ini?" tanyaku pada mereka.

"Kamu kedatangan tamu, aku harap kamu senang. Karena ia adalah orang yang pernah kamu kenal juga. Dan ia, akan menjadi salah satu pendonor untuk kedua bola matamu."

Entah mengapa, dadaku menjadi sesak, aku seperti tak bisa bernafas karena hari yang kutunggu-tunggu akan datang juga. Saat kutanyakan siapa, ia tidak menjawab. Bahkan ia tak mengeluarkan sepatah katapun.

"Baiklah jika kamu tidak mau berbicara. Aku berterima kasih atas bantuanmu. Aku akan senang dan tidak akan menyia-nyiakan apa yang telah kamu berikan."

Hari itu tiba, aku berada disebuah ruang operasi dengan lampu besar berada di atas kepalaku. Aku tertidur disebuah kasur empuk dengan bantal putih, dan disampingku, terdapat beberapa dokter tengah siap mengerjakan pekerjaannya.

Seorang dokter dengan kacamata persegi mulai menyuntikkan sesuatu pada lengan, lalu selepasnya aku kehilangan kesadaran. Diri ini seraya terhempas dari jasad, berterbangan ke sana-ke mari mencari jati diri. Sedangkan keinginanku masih sama, aku ingin kembali bisa melihat dunia.

Intisari dari kehidupanku adalah kesabaran, walau berbagai haluan turut menghampiri, aku harus tetap tegar dan tak putus asa. Hingga suatu ketika, kedua bola mataku diperban dengan cukup tebal. Disampingku terdapat seorang pria yang tak pernah berhenti untuk menggenggam tanganku.

Kurasa, ini adalah tahap final, aku akan bisa berjalan kemanapun aku mau tanpa harus dibimbing oleh seseorang. Selayaknya sebuah perban putih perlahan terbuka, lalu aku membuka kedua bola mataku secara perlahan.

"Ah, terasa silau!" ucapku dalam hati saat menatap jendela yang diterangi oleh cahaya.

Perlahan kupalingkan pandangan ke berbagai penjuru, suasana kabur semakin lama mulai menghilang, hingga akhirnya aku dapat melihat kembali dengan jelas. Di sana, aku menatap Suster Ani dan Suster Nel, mereka sangat cantik ternyata.

Perhatianku tertuju pada seseorang yang berada disampingku, genggaman tangannya kian mengeras, seraya mengunci rapat-rapat agar aku tidak pergi kemana-mana.

"Selamat menempuh kehidupan baru, Lisa."

Aku terkejut dengan suara itu, rasanya, aku pernah mendengar sebelumnya. Pada saat aku berada dalam jenjang SMA. Di mana pada sebuah tanah basah akibat guyuran air hujan, aku menolak mentah-mentah seorang pria yang mencintaiku. Aku tak tahu mengapa, hanya saja, aku tidak tertarik dengannya.

Akan tetapi, apa yang aku lihat kali ini sungguh ingin membuat kedua bola mataku membelalak, lalu menteskan air mata yang turut membanjiri tiada henti.

"Rommy?! Itukah kamu? Oh, ya ampun. Aku tidak habis pikir, aku benar-benar tidak menyangka jika orang itu adalah kamu." suasana mulai berubah menjadi haru, diikuti oleh para suster yang membisu. "Kenapa kau lakukan ini? Apa kau tidak berpikir bahwa aku pernah menyakiti hatimu dulu?"

Rommy selayaknya cahaya mentari dipagi hari, begitu terang benderang dan menyilaukan. Ia bagaikan seorang pahlawan yang rela mengorbankan dirinya demi orang yang disayang. "Aku akan senang jika kau bahagia. Hatiku serasa teriris setiap kali melihatmu berjalan dengan pandangan seperti itu." aku tiada hentinya menangis dihadapannya. "Percayalah, aku melakukan ini ikhlas hanya untukmu. Aku ingin kamu bisa menjalani masa depanmu dengan baik, terutama berkuliah pada universitas tempat kau diterima."

Tak banyak yang bisa kukatakan, aku hanya bisa mengucapkan banyak-banyak terima kasih pada Rommy. Ia sosok pria yang hebat, rasa sayangnya padaku sangat besar. Aku adalah wanita paling bodoh di dunia karena telah menolaknya. Sekali yang kurasakan, aku ingin hidup lebih baik. Sebagaimana dulu aku selalu dipangku oleh orang lain, kini gilirankulah untuk merangkul sang pahlawan demi merawatnya agar tetap hidup layak. Meskipun kedua bola matanya telah tiada.

Membenci satu pihak selayaknya membangun sebuah fondasi baru yang kokoh dan tak terduga. -Lee Yurani

- Lee Yurani
Jakarta, 1 Juni 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Lee Yurani

Selamat datang di situs resmi blog pena saya. Pada tempat ini, saya mencurahkan segala hal mengenai kehidupan pribadi maupun karya-karya tulis saya. Dapat dikatakan, tempat ini adalah sebagai pelampiasan dari imajinasi yang terpendam.


Dahulu, aku pernah membuat sebuah blog resmi, hanya saja materi yang dibahas di sana sedikit kurang rapih. Maka dari itu, di sini aku hanya memfokuskan diri untuk memposting karya tulis saja.

Komentar

Hubungi Saya

Nama

Email *

Pesan *